Rasanya seperti baru kemarin kau menggenggam
tanganku. Rasanya relung ini penuh olehmu belum lama ini. Tapi, mengapa aku
tidak mampu menyadarinya. Apa aku belum cukup kuat untuk membuka kenyataan
senja.
Di hadapanku tergeletak album berwarna merah tua.
Album itu berisi foto-foto kenanganku bersamamu. Masih ingatkah kau? Baru kusadari
kau telah lama tidak bersama denganku setelah membuka halaman demi halaman album
itu. Wajah itu yang dahulu tersenyum untukku. Tangan itu yang biasanya membelai
rambutku.
Semakin kulihat isi album itu, semakin sesak
napasku. Aku tidak mau perasaan ini ada, namun tidak dapat kutolak juga. Air
mata yang telah lama punah, berserakkan di pipiku saat ini. Aku tidak pernah
menemukan seseorang sepertimu. Seberapa lama waktu menjauhkanku darimu, aku
rasa tidak ada gunanya. Perasaan ini tetap ada. Sakit ini selalu buncah. Tak
pernah kumerasa seperti ini sebelumnya terhadap orang lain. Dalam hitungan yang
sama aku menangis dalam hati. Bersamaan dengan itu langit kali ini menurunkan airnya.
Tidak berhenti sehingga menimbulkan basah yang
lirih di uluh hati. Tidak berhenti pula amuknya jatuh beruraian. Derasnya
bak mewakilkan rintihanku saat ini.
Tapi tak ada guna menangis berlarut-larut. Hujan pun
pasti lelah dipercikkan terus ke bumi. Menanti setitik mentari untuk menghapus
kelam. Hujan pun berhenti sembari menyusul pelangi elok. Tekadku kokoh
menyambut fajar hari depan. Aku tersenyum dalam hidupku pada kisah yang baru. Namun,
senyumku bukan untuk orang selain dirimu. Kaulah pelangiku. Walau sekarang
tanpa dirimu, bertemu dengan orang sepertimu adalah hal terindah dalam hidupku.
Dan mungkin aku tidak akan pernah bertemu dengan seseorang seperti dirimu…
seseorang yang sangat kucintai… seseorang yang sudah takmungkin lagi kulihat di
bumi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar