WELCOME TO MY WORLD

every dark light is followed by a light morning

Sabtu, 03 November 2012

Surat untukmu

Selasa, 13 Februari 2012
Setiap senin kudapat surat itu. Surat darimu, Jati. Di malam selasa bersama surat-suratmu. Sungguh unik dan lucu menurutku.
Setiap kirimanmu, aku terima. Setiap suratmu, aku baca. Aku sadar bahwa kaulah satu-satunya orang yang aku tunggu. Lucunya setiap kau bertemu denganku, tak pernah sedikit pun kau ucapkan kata-kata romantis itu. Kau berbeda dari setiap surat-suratmu. Aku hampir tak yakin setiap surat ini darimu. Awalnya, aku berspekulasi sendiri akan hal ini. Namun, pernyataanmu waktu itu mengejutkanku.
"Itu benar aku," bisikmu mendadak ditelinga sebelah kananku yang membuat urat-uratku mencuat.
Jati, andai kau tahu apa reaksi hatiku saat kau mengatakan itu. Pernyataanmu itu terdengar sahih. Aku hampir tidak dapat berpikir logis. Jantungku bergolak bak terkena eksplosi dan... ah, jangan sampai kau tahu lah. :p
Jati... besok hari kasih sayang. Sebelumnya, selalu kau yang mengirimkan surat-suratmu. Aku hanya pernah membalas satu kali dalam lagu. Sekarang aku juga ingin mengutarakan isi hatiku sekalian membalas surat-suratmu. Namun, hanya satu surat. Surat kedua ini. Surat yang menyiratkan maksud hati ini padamu. Tentu saja bagian tulisanku yang ini tak akan ku kirimkan padamu. Haha...
Aku hanya akan mengirimkan bagian di bawah ini.

Untuk Jati,
Kau membuka jendela cinta
Membalut rasa salurkan cerita
Memberi hangat tanpa kata
Teduh walau taknyata

Sudah segitu saja. Aku malu. Semoga kau mengerti. Hehe...

dari pacarmu, eh salah, sahabat, hmm.. bukan juga.
your valentine, (boleh kan "pe-de" sedikit)
Rana

Kata Hati

Pengumuman dari bibirnya langsung membuatkau kaku. Bagaimana bisa dia secepat itu dengan Argi. Aku lengah. Ya, Tuhan. Ini tidak mungkin terjadi.
"Keyla, pj donk berarti!" celetuk Ringgi, perempuan jangkung di sebelahnya.
"Iya, pokoknya kita nggak mau tau. Lo harus traktir kita ya." seru teman-temannya yang lain.
Aku terkulai lemas. Keylaku...


Malam sunyi dua minggu lalu.
"Aku sekarang dekat dengan Argi."
"Aku tahu."
Keyla menghela napas. "Kau..."
"Bagaimana kalau kita makan?" Aku mengalihkan pembicaraan.
"Kau selalu mengalihkan hal ini. Aku bosan." Tak kuat Keyla menahan air yang menggenang di pelupuk matanya. Aku sadar hal ini sangat muskil untuk diteruskan. Hubungan ini seharusnya mencapai kepastian. Tapi ada apa dengan mulut ini. Aku tak sanggup mengatakannya. Aku memang tahu dia benci dengan keadaan ini. Sama halnya denganku. Tapi aku butuh waktu. Waktu untuk membuat segalanya pasti.
"Maaf," tiba-tiba terucap kata itu.
Keyla yang terisak menatapku tak percaya. "Menurutmu, aku membutuhkan kata itu?" Dia menggeleng-geleng sembari meredakan tangisnya.
"Lalu apa yang harus aku lakukan?"
Sekilas Keyla menatapku tajam. "Sudahlah Keenan aku letih. Aku masuk duluan." Keyla membalikkan badannya menuju pintu rumahnya. Pada saat itu adalah saat terakhir dia menatapku.

Detik di mana jiwaku mati. Hari di mana tubuhku tenggelam dalam lumpur kekalahan. Atau keterlambatan? Tapi tidak mungkin di hari aku hendak mengutarakannya. Mengapa terjadi justru ketika aku hendak menyatakan perasaanku? Aku tidak mengerti. Oh, Tuhan ini jelas salahku.
Namun, entah kerasukan apa, aku menghampiri Keyla. Kusodorkan tangan kananku padanya. "Selamat, ya."
Dia menoleh padaku. Wajah riangnya seketika berubah. Tapi aku tidak dapat membaca raut apa yang sedang ia tampilkan padaku.
"Terima kasih," katanya tanpa membalas uluran tanganku. Tanpa senyum. Dia membalikkan badan seperti dua minggu lalu. Dan aku kaku seperti dua minggu lalu tidak dapat berbuat apa-apa. Oh, tidak! Kali ini aku harus...
"Keyla!" ujarku memanggilnya.
Dia berhenti. Tapi, tidak menoleh. Aku diam. Keyla kembali melangkah membelakangiku. Bodoh!
"Maaf, tapi aku akan menunggu. Menunggumu..."
Semoga angin mengirimkan suara hatiku itu. Semoga tidak lagi terlambat. Semoga...